Senin, 28 Juni 1999

LOVE UNDER THE MISTLETOE CHAPTER 10

CHAPTER X

THE BIRTHDAY



by Tuktuk



Sejak kejadian dua hari yang lalu dimana saat aku tertidur dalam pelukan kak Riko. Aku dan kak Riko sering salah tingkah saat berpapasan atau pandangan kami bertemu. Sesekali kami tersenyum dan rasa malu memburat menyeruak diantara kami. Kak Wildan sepertinya mulai menyadari keanehan ini tetapi kami masih berpura-pura bahwa semuanya berjalan seperti biasa. Walau kami belum jadian sih. Eh, tunggu... Jadian? Entah aku yang berfikir terlalu berlebihan, sepertinya aku merasa kak Riko juga mulai menaruh perasaan kepadaku. Ia begitu lembut dan begitu memperhatikan aku belakangan ini dan itu cukup membuatku senang sekaligus deg-degan. Tapi apa benar?

Dua hari yang lalu ya... Hmm... Dua hari yang lalu, berarti hari ini... Hari ini adalah HARI ULANG TAHUNKU! Oh God! Hari ini aku genap berusia 18 tahun. Drrtt Drrrtt, kurasakan HP ku bergetar aku memang jarang menghidupkan ringtone, selalu ku set profilenya menjadi silent. Oh ini telepon dari Ibu!


“Halo?” sapa ku lembut.

“Haloooo Danny... Gimana kabarmu nak? Sehat?”
“Hehe syukurlah bu, aku sehat-sehat saja. Ibu sama Ayah gimana kabarnya”
“Kami disini sehat-sehat semua Dan... Si Ayah kangen sama kopi buatanmu, dia bilang buatan Ibu takaran kopi gulanya selalu kurang pas...”
“Hahaha... Ayah itu selalu saja, bilang hati-hati bu... nanti kadar gulanya naik dia kan diabetes...”
“Iya nak, kamu jangan khawatir ya... Disini kami semua sehat-sehat saja... Abangmu kangen tuh, dia kesepian disini, kan biasanya berdua sama kamu terus”
“Haha, bisa juga dia kangen sama aku...Salam ya bu untuk keluarga yang di sana..”
“Iya nak pasti, oh iya... Kami dari sini ngadain makan malam kecil sekalian berdoa utk ulang tahun kamu... Selamat Ulang Tahun ya sayang...”
“Makasih ibu, waaahhh aku mau ikutt....” rengekku
“Hehehe, walau kamu ga ada kami kan tetep ngerayain dan ngedoain disni nak, kamu yang semangat ya sayang”
“Iya bu, i love you mom....”
“I love you too, dear”



Click. Percakapan ku dengan ibu ditelepon tadi semakin membuat rasa gundahku membuncah. Aku ingin pulang ke Jakarta rasanya. Meninggalkan kota ini dan merayakan ulang tahunku bersama Ayah, Ibu, dan Abangku. Eh, tapi disini aku juga punya kedua kakak yang selama ini sudah begitu mencurahkan perhatiannya untukku. Apa mereka tau ya ini hari ulang tahunku?

Krek. Ku buka pintu kamarku. Ku lihat seisi ruang makan dan ruang tamu. Sepi. Kemana perginya kedua orang pemalas itu? Tumben mereka meninggalkan rumah tanpa menggedor kamarku untuk minta dibuatkan kopi. Aku beranjak melihat kalendar yang terpajang didinding. Hari ini hari ulang tahunku dan benar saja, ada tanda dengan spidol merah pada tanggal kelahiranku. Lalu ada tanda merah lagi untuk hari esoknya. Itu tanda untuk apa? Bukannya ulang tahunku cuma satu hari? Hmm...Kak Riko, Kak Wildan... Kalian dimana sih?


****




“Danny... selamat ulang tahun yaaa!” sapa Riska teman satu angkatanku.

“Bisa ultah juga lo Dan? Selamat ye!” ujar Doni.
“Dannnyyyyyyy! Selamat ulang tahunnnn” ujar Mira.



Begitulah selama perkuliahan aku mengucapkan puluhan kali terima kasih dan berkali-kali menjabat tangan temanku untuk mengucapkan terima kasih telah mendoakan dan mengucapkan ulang tahun untukku. Tetapi aku merasa ada yang kurang. Ya kurang. Kak Riko dan Kak Wildan mana sih? Dari pagi belum ketemu... Aku kesal.

Aku melangkah pelan memasuki pekarangan kost. Drrrt Drrrrtt ! HP ku bergetar.Aku melihat 1 sms masuk. Dari Kak Wildan!


“DEK, KK BISA MINTA TOLONG GA? KK LG SIBUK BANGET, TOLONG KE PLASA KEMANG AMBILKAN BARANG PESANAN KAKAK, SEMUA SUDAH DIBAYAR KATANYA SDH BISA DIAMBIL. TOLONG YA”



Errr... Itu saja kak? Kataku dalam hati. Itu saja? Ini hari ulang tahunku. Mana ucapan selamatnya. Aku kesal. Hmmhh.. Plasa Kemang itu kan terletak dipusat kota, jarak dari kost kesana bisa 30 menit kalau naik motor. Aku harus cari ojek kalau begitu. 

Aku mondar-mandir seperti orang linglung dipersimpangan kost. Menanti tukang ojek yang lewat. Entah sepertinya hari ini bukan hari keberuntunganku, aku harus memutuskan untuk naik angkot atau aku harus berdiri lebih lama lagi. 
Sesampainya di Plasa Kemang aku seperti lupa daratan. Aku justru memanfaatkan situasi ini untuk sedikit berbelanja dan menikmati yoghurt kesukaan di spot favoritku. Yah, sekedar untuk memperbaiki mood. Ku lihat jam di tangan, sudah jam 6 sore! Aaaaahhhh hari ulang tahunku akan segera habis kalau begitu. Bagaimana ini? Apa aku sms aja kedua orang pemalas itu? Apa mereka lupa? Ugh... Kesal rasanya...



Drrrt... Drrrttt... Ku lihat HP ku bergetar. Telepon masuk dari kak Riko! Ahh pasti dia cemas sama aku.. Kak Riko kan suka begitu harapku dalam hati.



“Halo Dan?”

“Ya kak?”
“Kamu dimana?”
“Di Plasa Kemang”
“Kakak boleh minta tolong ga?”
“Apa kak?”
“Ambilin barang kakak dong di Toko Gandaria, di Jalan Slamet Umar. Bisa ga?”
“Hah... Di... disana?”
“Tolong banget dek... ya? Mau ya?”
“Hmmmh.. Iya deh... Itu aja kak yang mau diomongin?”
“Hmm, kenapa?”
“Gak... Ga papa... Kamu emang ga pernah peka....”



Click. Kumatikan HP ku. Kesaaaaalllll!!!!!! Eh, tapi kak Riko benar-benar lupa ya hari ini hari ulang tahunku? Mataku berair rasanya. Aku harus ke jalan Slamet Umar sekarang atau aku bisa kemalaman sampai di kost. Kaki ku mulai letih rasanya, jadi aku harus cepat.

Toko Gandaria yang dimaksud kak Riko itu ternyata toko bunga. Ngapain coba kak Riko beli buket bunga segede gini, kayak mau menikah aja. Mawar putih. Hmm... MAWAR PUTIH! Itu bunga favoritkuuuu! Ugghhhhhh awas ya kalo bunga ini bukan buat aku, eh tapi apa bener ini buat aku? Aku benci kejutan. Selalu benci kejutan. 


***

Jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Tiga jam lagi hari ulang tahunku berakhir. Ini ya akhir dari ulang tahun ke 18 ku? Menyedihkan. Tangan kananku menjinjing paket milik kak Wildan sedangkan tangan kiriku menenteng buket mawar putih punya kak Riko. Aku capek. Aku mau langsung tidur saja. Aku kesal sama mereka.


Langkah kaki ku terus membawaku ke pekarangan kost. Aku terhenyak. Kost ku masih ga ada orang ya? Lampu teras mati. Lampu didalam juga ga ada yang hidup. Semua gelap gulita. Ini orang berdua pada kemana sih????



Klek. Aku membuka pintu depan. TIDAK TERKUNCI. Dasar ceroboh, gimana kalau ada orang masuk? Gimana kalau barang-barang disini dicuri... Belum habis aku memikirkan itu semua aku kebingungan melihat lilin lilin kecil yang dihiasi disepanjang dinding ruang tamu. Lilin-lilin itu nampak begitu indah dan tenang. Aku melangkah kedalam.



Ting.. Ting... Ku dengar lantunan musik dari keyboard menggema dari ruang makan. Aku semakin mempercepatlangkahku dan...

Aku melihat kak Riko dan kak Wildan berdiri di hadapanku mengenakan tuksedo hitam dengan dasinya. Mereka nampak begitu gagah dan ganteng. Aku merasa kusam karena sehabis berjalan seharian. Kusapu pandanganku dan kulihat kak Wildan duduk mendekati keyboard tadi lalu mulai memainkan lagu. Tunggu, aku kenal lagu ini. Yiruma! Judulnya River Flows In You... Ahhh ini lagu favoritku, lagu yang aku ceritakan ke... kak Riko sewaktu aku menjahitkan kemejanya yang sobek... Ahhh


Muka ku panas. Aku menutup muka dengan kedua tangan dan menahan untuk tidak mengeluarkan air mata. Tiba-tiba tangan hangat memegang kedua tanganku dan membuatku melihat sosok rupawan dihadapanku. Kak Riko. Tuhan... Aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa.



“Maafin kakak ya dek... kami sengaja menyuruhmu kesana kemari... supaya bisa nyiapin ini...”

Aku berkaca-kaca.
Kak Wildan beranjak dari keyboardnya dan menghampiri ku.
“Ayo,ini potong kue sama tiup lilinnya..”
Aku segera memanjatkan doa dan meniup lilinnya. Potongan pertama aku suapkan ke kak Wildan. Potongan kedua aku suapkan ke kak Riko. Aaaaaahhh... rasanya aku ingin ulang tahun setiap hari. 
“Danny, maafin kakak ya... Selamat ulang tahun yang ke 18 ya...” Ujar kak Wildan.
“Iya kak, makasih banyak ya kak... “ jawabku sambil tersenyum.
“Dan, itu paket yang kamu ambil sebenarnya kado dari ku...”ujar kak Wildan
“Hah??? Beneran? Boleh aku buka?”
“Silahkan...”



Aku membuka dengan tak sabar paket itu dan kulihat isinya adalah DVD Yiruma Hard Case Gold Edition. Lengkap dengan semua list lagunya dan itu LIMITED EDITION! Mungkin bagi orang lain ini bukan apa-apa. Tapi bagi seorang penggemar berat seperti aku, ini merupakan anugerah! Aaaah aku memeluk kak Wildan dan ia menangkap pelukanku.



“Makasih kak” ujarku.

“Sama-sama” bisiknya tepat ditelingaku.
“Hmmm... Gantian nyet...” ujar kak Riko.
“Hahaha...” aku tertawa kecil.
“Danny yang imut... Kado kakak mungkin buket mawar putih itu dulu ya... Kakak cuma bisa kasih itu dulu...”
“Nggak papa kak... aku makasih banyak lho buat kalian berdua. Buat kejutannya, buat semua lilin lilin kecil ini, buat keyboardnya, eh minjem dari siapa tuh?”
“Dari temennya Wildan” ujar kak Riko.
“Hihih.. makasih kak”



Dadaku terasa penuh, aku tak mampu berkata-kata. Aku begitu bahagia.

****


Aku masih berguling dikamarku. Membayangkan kalau 1 jam lalu, kedua orang pemalas itu merayakan ulang tahunku. Lengkap dengan lilin kecil dan musik Yiruma nya. Dan ah... Bunga mawar putih itu tergolek manis disebelahku. 

Drrrt... Drrrt.... Kurasakan HP ku bergetar.


“FROM : K’ RIKO

DANNY, BISA KELUAR SEBENTAR? KADO DARI KAKAK BUAT KAMU PART 2”


Hah ? Masih ada? Hihih, aku melompat dari kasur dan keluar dari kamarku.



“Mau kemana kak?” tanyaku.

“Sshhh..” jari telunjuk kak Riko menempel di bibirku. 
Aku terdiam.
“Ikut kakak....”



Tangan kak Riko menggenggam tangan kananku dan aku ikut dalam gandengannya. Aku melangkah dan ikut naik motor kak Riko. Kami ini mau kemana? Sejurus aku melihat ke sekelilingku semua gelap. Motor kak Riko terus melaju dalam pekatnya malam membawa kami ke tempat yang cukup aku kenal. Ini... Danau Nila. Orang-orang menyebutnya demikian karena danau ini penuh dengan ikan Nila. Kata orang sih, ini danau tempat orang berpacaran.



Ku perhatikan sekelilingku. Semua sepi. Hanya beberapa orang yang sedang memancing duduk ditepian danau yang begitu luas ini. Aku menggosok kedua tanganku.



“Pakai ini” tiba-tiba kak Riko memakaikan jaketnya kebadanku.

“Makasih kak”
“Dan... gimana ulang tahunmu?”
“Ahhh aku suka kak... Makasih ya buat kejutannya, di awal-awal kalian sukses buat aku kesal... Dari pagi buta udh ga ketemu, eh malah disuruh2”
“Hahahha... sekali-sekali ga papa kan?”
“Iya... dehhh...”
“Dan...”
“Ya kak?”
“Ini ada kado kecil, ini dari segi harga sih ga sebanding sama kado Wildan”
“Ini?”



Aku membuka kado kecil itu dan kulihat hiasan dinding yang terbuat dari clay berbentuk daun mistletoe. Warnanya hijau, dan didalamnya seperti adakawat. Ada tombol on di ujung bawahnya. Klik. Lampu merah kecilnya berkelap kelip diantara lingkaran daun mistletoe. Lingkaran berwarna hijau dan merah. Aaaaaaaaaah....



“Ini... Kamu yang buat?”

“Iya... Jelek ya?”
“Nggaaaak, aku suka... Bagus koook...”
“Hehe... Dan, waktu si Wildan main piano dada kakak terasa begitu sesak....”
“Kenapa?”
“Karena kakak yang kasih tau dia kalau lagu favoritmu itu instrumen si Yiruma sejak 1 minggu yang lalu...”
“Trus?”
“Kakak ga bisa main musik dek... Makanya kakak sesak bgt waktu liat kamu begitu terharu tadi... terharunya buat si Wildan sih..”



Aku kembali terhenyak untuk kedua kalinya.



“Kamu tau? Kamu bilang begini ke aku justru ngebuat aku yang speechless kak.. Aku ga nyangka kamu segitu care-nya...”



Kak Riko tersenyum.



“Dan....”

“Iya kak?”


Tiba-tiba tangan kak Riko meraih pundakku dan memutar tubuhku menghadapnya. Pandangan kami beradu dan aku begitu deg-degan.



“Aku suka kamu Danny...”



Astaga! Aku mau mati rasanya! Aku tak bisa berbicara apa-apa!



“Su... Suka?” tanyaku.

“Entahlah dek... Awalnya aku anggep kamu kayak adikku. Tapi lama-lama tumbuh rasa hangat dan rasa dimana aku ingin selalu ngejagain kamu. Rasa ingin melindungimu...”
“.....”
“Aku suka sama kamu... Aku cinta sama kamu....”



Muka ku memerah seperti udang rebus.



“Kalau kamu suka sama aku, balas perasaan aku Dan...”

“Ca...caranya?”
“Pakai cincin ini... kalau kamu mau...kalau kamu ga suka... lempar cincin itu ke danau...”
“Sekarang?”
Kak Riko mengangguk.



“Aku ga bisa kak sekarang...”

“Kenapa?”
“Entahlah.. aku.. aku..”
“Ya sudah... aku kasihkamu waktu..”



Kurasakan kak Riko memeluk tubuhku. Tanganku menggenggam cincin perak dengan kristal berbentuk belah ketupat ditengahnya. Aku ingin sekali berteriak ‘IYA! AKU MAU JADI PACARMU!’ Tapi mulutku terasa begitu kaku. Aku ga bisa mengatakan semuanya sekarang. Semua terasa mendadak. Mungkin besok.



****

Kejadian semalam membuatku kalut dan susah tidur. Aku memakai cincin yang diberikan kak Riko semalam. Kusematkan dijari manisku. Ah, pantas juga. Oke, saatnya kasih tau dia kalau aku mau jadi pacarnya.
Tok Tok! Kudengar ketukan pintu kamarku... Jangan-jangan kak Riko!



“Ah... Pagi kakakkk....” ujarku sambil membuka pintu.



Ahhh itu kak Wildan!

“Pagi Danny.... Kok ga seger gitu mukanya?”
“Hehehe agak ngantuk nih kak...”
“Dan... kakak mau ngomong...” ujar kak Wildan.
“Soal apa kak?”
“Soal perasaan...”
“Perasaan?”
“Iya perasaan kakak ke kamu, Dan... Kakak sayang kamu...”



Tuhan! Apa pula ini! Kenapa semua begitu membuatku terkejut!



“Maksud ka.... kak? Suka yang cinta gitu?”

“Iya Dan... Aku cinta kamu...”


Aku menggigit bibirku. 

“Sejak kapan?” tanyaku.
“Aku juga bingung. Saat aku mulai sering dan mulai lebih lama mengenalmu. Aku ngerasain sesuatu yang tumbuh disini” ujarnya sambil menarik tanganku dan menempelkan didada kanannya.
“Kak.. Aku suka kakak... Sebagai kakak angkatku... Sebagai sosok seorang kakak...”
“Bukan sebagai kekasih?” tanya nya.



Aku menggeleng.



“Kenapa?” dahi kak Wildan berkernyit.

“Aku... Aku” ujarku sambil memperlihatkan jari manisku yang telah disematkan cincin.


“Kamu sama Riko?????!!!”



Astaga! Kenapa kak Wildan langsung tahu! Kenapa???!



Aku mengangguk pelan.



“Arrrghhhh! Tuh orang selalu saja berhasil ngeduluin aku! Aku tau dari cincin itu Dan! Itu cincin yang sering dia bawa! Dia pernah cerita kalau itu cincin berharganya dia!”



Kak Wildan duduk ditepian kasur ku sambil menunduk dan memegangi kepalanya.



“Kak... Are you OK?” ujarku sambil menepuk pundaknya.

“I am not Dek... It hurts me...” katanya.


Aku memeluk kak Wildan dari samping.



“Maafin aku kak... Tapi perasaanku saat ini untuk kak Riko saja.”

“Aku tau... tapi... aku belum bisa menerima semua itu... Belum, paling tidak untuk saat ini...”


Aku menunduk. Sekitar 10 menit kami terdiam satu sama lain. Aku masih menyandarkan kepalaku di bahu kak Wildan.



“Dan... I have to left...”

“Maksudnya?”
“Nanti kamu tau...”
“Aku ga ngerti kak....”
“Ijinkan aku mencium keningmu, boleh? Mungkin untuk terakhir kalinya...”
“Jangan bilang gitu ah....”
“Sssh...” jari kak Wildan menempel dibibirku.



CUP. Kecupan basah menempel di jidatku. Aku merasakan getaran yang begitu tulus dari kak Wildan. Aku Cuma bisa memejamkan mata.



“KALIAN NGAPAIN?” kudengar suara kak Riko dari depan pintu.



Aku terkejut.Aku merasa sesuatu akan segera terjadi. Aku takut.




to be continued...


LOVE UNDER THE MISTLETOE CHAPTER 9

CHAPTER IX

THE BED TIME STORY



by Tuktuk
Aku berusaha menggapai HP ku yang terletak agak jauh dari kasurku. Entah kenapa badanku terasa seperti remuk. Seluruh persendianku terasa sakit dan tubuhku juga menjadi lebih panas. Aku meraba keningku dengan telapak tanganku. Hufhh... Aku demam.

Ku lihat jam dinding, sudah jam 7 pagi. Biasanya, aku membuat kopi pagi ini untuk kedua kakakku. Tapi entah mengapa pagi ini aku merasa tidak memiliki tenaga untuk melakukannya. Tubuhku terasa begitu berat dan sakit untuk digerakkan. Ahh... Aku menghela nafas panjang dan masih berguling diatas kasur sambil meringkuk supaya terasa lebih hangat.

“Dan... Danny?” suara kak Wildan memanggil dari luar kamar.

Aku tidak bisa menjawab. Aku terlalu letih untuk itu. Kulihat pintu kamarku terbuka, oh sepertinya aku lupa menguncinya tadi malam. 
“Dan? Kamu udah mendingan?” tanya kak Wildan.
Aku mengangguk pelan.
“Mana coba sini kakak periksa”

Tangan kak Wildan besar sekali sampai-sampai 1 tangan saja bisa meraba seluruh keningku. Atau aku yang memang kecil ya? 

“Kamu demam! Kamu lebih panas dari tadi malam! Kakak ajak ke dokter ya?”
“Ngg... Nggak usah kak... Aku bed rest aja... Mau flu mungkin ini... Obat demam saja ya...”
“Nggak dek, takut kenapa-kenapa... Mau ya?” muka kak Wildan sedikit memelas.
Aku akhirnya menurut saja saat dibawa kak Wildan ke dokter.
“Mau kakak gendong?”
“Hah.. Gila.. Aku masih bisa jalan sendiri kok...”
“Sini....”

Tiba-tiba lengan kak Wildan menyelip diantara punggung dan kedua pahaku kemudian melingkarkan aku didadanya. Aku diangkat! Aku digendong! Aaaaaahh... Aku berusaha meronta untuk melepaskan diriku dari pelukan kak Wildan. Ia menggendongku dan begitu sudah hampir sampai di pintu depan aku melompat.

“Kenapa?”
“Malu! Aku bisa jalan kok kak...”
“Ga ada yang liat juga... Hehehe” ujar kak Wildan sambil mengelus kepalaku.

Aku suka saat kepalaku di elus. Tapi mengapa aku tidak merasakan apapun saat kak Wildan mengelus kepalaku? Aku justru memikirkan kak Riko saat kak Wildan mengelus kepalaku. Jelas-jelas dia masih tidur. Kulihat kamarnya, sepi... sepertinya dia masih tertidur.

“Kak Riko kemana kak?” tanyaku.
“Ga tau tuh pagi-pagi dia keluar...”
Aku menghela napas panjang. Kenapa kak Wildan yang peduli? Kenapa kak Riko tak menengokku? Kenapa kak Riko tidak menjengukku? Kenapa ? Pertanyaan-pertanyaan itu seperti berputar-putar di kepalaku.
Ah sudahlah... I have to meet my doctor...
****
Dokter mengatakan kalau aku terkena flu biasa. Sepertinya kak Wildan yang sedikit berlebihan. Aku sih sudah mengira-ngira, eh tapi ada baiknya juga di periksa sama Dokter. Biar lebih pasti...
“Sarapan apa Dan?” tanya kak Wildan.
“Hmm... Pengen nasi uduk...”
“Jangan ah, bubur ajalah ya?” 
“No, aku maunya nasi uduk...”
“Nggak, bubur saja”
Aku cemberut dan kak Wildan menyadari hal itu. Tetapi tetap saja dia membelikan aku bubur ayam, aku suka sih.. Tapi aku lebih suka makan nasi uduk. Hmmmph...
“Dan... Kakak ada bimbingan sama Dosen, doain ya lancar... Kalo sekali ini diterima kakak udh bisa sidang akhir untuk skripsi kakak..”
“Wah cepet ya... Udah mau sarjana berarti kak?”
Kak Wildan mengangguk. Sepertinya dia begitu cemerlang, dia bisa menyelesaikan kuliahnya dalam waktu 3.5 tahun saja. Aaaah apa aku bisa kayak dia? >.<
“Dan... Kamu kalo butuh apa-apa sms ya?”
“Ga usah kak... Aku bisa sendiri hehe...”
Ku lihat kak Wildan berlalu meninggalkan aku sendirian. Aku beranjak ke kamarku dan menatap bungkusan bubur ayam itu. Ughh... Rasanya malas. Tapi aku harus menghabiskannya, ya.. Aku harus menghabiskannya lalu beristirahat.
“D..Dan?” kudengar suara seseorang memanggil kembali.
Kak Riko? Itu kak Riko!
“K.. Kamu udah sarapan?”
“Iya kak... Tadi dibeliin kak Wildan...”
“Oh... Baguslah, badan kamu masih panas... Minum obat ya...” 
“Iya kak....”

Aku begitu senang sampai sampai aku terlihat begitu rakus melahap bubur ayam itu. Aku senang kak Riko memperhatikan aku, eh tunggu dulu... Kok Kak Riko tau aku masih panas? Kok? Kak Riko kan pergi pagi-pagi terus... Apa dia menengok aku dulu ya sebelum pergi? Aaarrrhhh... Aku malu membayangkannya... Pasti muka ku jelek kalo lagi tidur... Eh, apa benar dia menengok aku dulu? Hmmhh..
.
“Aku seneng kalo kamu sehat lagi” kata kak Riko.
“Hee... Itu bungkusan apa kak?” 
“Ng... Nggak... A... Aku bimbingan skripsi dulu ya...”
“Iya kak, semoga lancar...”

Aaaahhh Kak Rikoooooo! Kalau melihat mukanya langsung, aku pasti langsung deg-degan. Aku pasti langsung salah tingkah.Wajar sih, namanya juga jatuh cinta. ^^

Ah iya! Bungkusan tadi. Kenapa kak Riko memasang muka agak masam ya? Kenapa kak Riko seperti kurang senang ya? Aku beranjak meninggalkan tempat tidur dan mengendap-endap ke meja makan. Aku melihat bungkusan itu tergeletak diatas meja. Telah dibuka dan dilahap separuhnya. Sepertinya kak Riko ga menghabiskan bungkusan nasi... Nasi Uduk! Aaaah kak Riko makan menu sarapan favoritku! Coba aku minta saja tadi, skearang perutku sudah kenyang untuk ditambah dengan nasi uduk.

Aku membalik bungkusan itu dan kulihat ada notes kecil dsebelahnya.
“YOUR FAVORITE, CEPET SEMBUH YA”

Aku melongo. Ini nasi uduk buat aku? Kak Riko beliin nasi uduk pagi-pagi terus balik lagi ke kampus? Haaaaaaaaaahhhhh Aku seperti orang kebingungan. Bingung, sekaligus senang. Aku lompat-lompat sendiri dan tidak peduli bahwa aku masih demam. 

****

Seharian ini aku beristirahat di dalam kamar.Demamku masih sih, tetapi sudah agak turun. Aku menelepon Ayahku katanya kalau sudah 2 hari demam, aku disarankan ke rumah sakit. Huf... Nasib anak kost...

Klek.. Kudengar pintu depan dibuka. Siapa itu ya? Kak Wildan? Atau.. dia kak Riko?
“Dan, sudah makan siang?” tanya kak Riko.

Aku menggeleng. Kulihat ia mendekatiku ke tepi kasur.

“Aku bawain nih”
“Waah makasih kak... Bimbinganmu udah kelar?”
“Udah, tp masih stuck di bab yang sama...”
“Sabar, pasti kelar... Aku percaya kok kamu pasti bisa” jawabku sambil tersenyum.

Ku lihat senyum di muka kak Riko mengembang. Ah begitu ganteng.

“Muka kamu merah”
Aku menunduk menahan malu.
“Merah karena sakit atau.... Merah karena ngeliat aku yang ganteng?”
Aku mendongakkan kepalaku lalu mencubit pahanya. 
“Aaa.. Aw... Sakit tau..” katanya sambil mengelus pahanya. Aku tersenyum geli.
“Kak... tadi pagi itu sarapan buat aku ya?”
Kak Riko tercekat. Ia seperti kebingungan.
“K...Kok tau Dan?”
“Itu notes nya ada....”
Kak Riko menepuk jidatnya. 
“Haduh... Aku kelupaan...” kini gantian mukanya yang memerah.
“Hahaa.. gantian muka kamu yang merah kak...”

Kak Riko seperti salah tingkah dan aku terus menggodanya. Sesekali ia menjewer telingaku kemudian aku membalas memencet hidungnya. 
“Dan...”
“Ya kak?”
“Apa sih yang paling kamu inginkan ?”
“Kamu...”

Astagaaaa! Mulutku! Rasanya aku ingin menampar-nampar mulutku yang otomatis menyebut ‘KAMU’ didepan kak Riko atas jawaban untuk pertanyaan semacam itu.

“Hahaha... Aku juga maunya kamu....”

Haaaaaaaaah? Aku yang semakin melongo.... A... Apa itu? Maunya Aku? Aku kan? Bukan Laura atau cewek-cewek yang biasa dia mainin kan? Aku kan?

“Hahaha.. A... Aku maunya kamu sama kak Wildan akur kak...” 
Bego Danny! Begoooooo! Kenapa? Mestinya aku mancing-mancing kak Riko untuk momen kayak gini.
“He... Wildan ya? Aku akur kok sama dia... Justru dengan berantem2 itu nunjukin kita akrab”
“Hehehe...”
Aku menggosok kedua lenganku. Demam ini membuatku sedikit kedinginan.
“Dingin?”
“I... Iya...kak...”

Kak Riko lalu beranjak ke kasur dan berguling disebelahku. Ia lalu melepas jaket yang masih ia kenakan dan meninggalkan tubuhnya mengenakan kaos ketatnya. Aku berdebar. Sangat berdebar.

“Sini...” ujarnya sambil melapangkan kedua lengannya.
“Ke... Kesitu?” aku menunjuk kedua dada bidangnya.
“Katanya dingin?”

Aku seperti dihipnotis dan menyandarkan kepalaku didada kak Riko. Menciumi aroma tubuh kak Riko, aroma yang paling aku suka. Aaaah aku makin berdebar-debar. Aku berusaha mendengar detak jantung kak Riko, kudengar iramanya juga lebih cepat. Apa dia berdebar-debar juga?


“Pertanyaan kakak buat apa sih yang tadi?”
“Hmm... Buat apa ya.... Nanti ajalah...”
“Maksudnya?”
“Lusa saja...”
“Lusa?”

Aku berfikir sejenak. Lusa itu... Ada apa ya lusa... Hmm... Lusa itu... hari ulang tahunku. AAAAH ITU HARI ULANG TAHUNKU! Apa kak Riko mau nembak aku ? Hahhhh mikirnya kejauhaaan..

“Dan?”
“Ya kak?”
“Ga makan siang dulu?”
“A... Aku maunya gini aja... “
“Nanti ga sembuh-sembuh...”
“Nggak, aku mau dipeluk...”

Kak Riko mengangkat daguku yang masih terbenam dalam pelukannya. Kini mata kami beradu pandang. Tuhan, aku tak sanggup melihat mukanya...Ia lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku sampai-sampai nafas kami saling beradu. Jarinya lalu berhenti diatas bibirku dan tanganku membalas menyentuh bibirnya. Menyentuh bekas cukuran didagu dan bibir atasnya. Menyentuh hidung dan pipinya. 

“Hmmmh...” tiba tiba kak Riko mengalihkan pandangannya.
Astaga, aku begitu malu. Apa yang aku lakukan!
“Hmmh... Ceritakan aku sesuatu kak...”
“Apa?”
“Apa saja, film kesukaanmu... Apa saja...”

Kak Riko berfikir sejenak.

“A Walk To Remember?”
“Ceritakan padaku...”
“Ini cerita lama sih... Hmmh.... Kisahnya tentang Jamie Sullivan dan Landon Carter.... Jamie itu seorang gadis anak pendeta.... bla... bla” kak Riko meneruskan ceritanya.

Aku tetap mendengarnya walau aku belum pernah menonton film itu. Aku ingin beristirahat dan tertidur dalam pelukan kak Riko. Perlahan suara kak Riko makin mengecil dan semakin kecil. Kak, aku ingin seperti ini seterusnya. Aku mungkin akan sembuh lebih cepat, karena aku bahagia. Dunia semakin lama semakin sunyi. Aku terlelap.


to be continued...