Jumat, 25 Juni 1999

LOVE UNDER THE MISTLETOE CHAPTER 1

Ada legenda yang mengatakan, berciuman dibawah tanaman Mistletoe akan mengukuhkan cinta yang tulus dan abadi.

Cinta yang tak mengenal syarat dan kondisi, cinta yang seadanya cinta.
Seperti kasih Dewi Frigga untuk menghidupkan kembali Dewa Balder dibawah daun Mistletoe.



CHAPTER I 
The Root



by Tuktuk


“Kamu, ngekost disini juga?” suara pria itu sedikit mengagetkanku. “I..Iya…”. “Wah, satu kost denganku dong! Aku Riko. Jurusan Teknik Elektro, baru masuk semester 7 .” Dengan sigap aku menyambut jabatan tangan itu, “Wah, sudah mau tamat dong ya… Aku Danny, semester 1, Ilmu Komunikasi”. “Hehe Iya nih, lagi sibuk mikirin judul skripsi, Aku tau dari Pak Jaka yang punya kost-an ini. Katanya ada yang mau masuk lagi, Oh iya, kamar kamu yang pintu cokelat ya…Yang ada poster Guns n Roses didepan pintunya, itu bekas seniorku, dia udah lulus.” 



Kost Pak Jaka itu rumah dengan 3 kamar. Disekitar kampus ini, kost inilah yang paling strategis. Dekat dengan warnet, tempat fotokopi, rumah makan, dan halte busway. Pokoknya aksesibilitasnya, paling mumpuni! Kamarku sendiri menghadap 2 kamar lainnya, kamarnya Riko, dan satu lagi aku belum ketemu pemiliknya mungkin sedang diluar. Ku susun perlahan semua barang-barang yang aku butuhkan, mobil truk yang membawa semua barang-barang yang dikirim Ayah termasuk semua keperluanku menunggu diluar sembari aku mengangkat barang-barang itu ke kamar. Riko melihatku mondar-mandir, Ia lalu bangkit dan membantuku menurunkan barang-barang sambil memasukkannya ke kamar.



“Dan, ini mau ngekost apa pindah rumah ceritanya?” ujar Riko sambil tersenyum. “Hehe, tau nih Kak, Ayah sama Ibu yang bantu ngepack, semua dibawa kesini…”. “Wah, anak papi mami rupanya dia”. “Hahaha, siapa bilang? Aku anak Ayah sama Ibu!” jawabku sambil terus saja mengangkat barangku. 


Riko nampaknya keletihan setelah hampir satu jam membantuku menurunkan dan menyusun barang-barangku. Secara fisik,Riko menarik. Ups, bahaya! Dia roommate ku! Giginya rapih dan rata, rambutnya hitam lebat dan dispiky, matanya cokelat dan tubuhnya putih berisi. Tidak terlalu atletis tidak pula kurus. Jujur, I would eat him alive! Aku dan orientasi seksualku merupakan bagian hidupku yang aku sembunyikan. Aku tak berani coming out untuk mengutarakannya, aku juga tak berani terlalu menunjukkannya. Gay relationship hanya beberapa kali aku jalani, walau aku menyadari kondisiku sejak SMA, aku tetaplah Danny. Danny yang hidup dengan realita social yang belum mampu menerima orang-orang dengan orientasi seperti aku.


“Kak, capek? Kita lunch dulu yok… Aku yang traktir. Sekalian, ucapan makasih untuk bantuannya”. “Wah, Dan… Kamu salah orang, urusan makan aku jangan ditanya lho…. Bisa abis nanti jatah makan kamu, buat bayarin aku!”. “Hahaha, ga papa lah… Ga enak aku kk jadi keringetan gitu”. “Oke, kalo di daerah ini, yang paling fenomenal itu… Nasi Bakar Bu Hasanah, dijamin lidah bergoyang!” 


Riko orangnya supel sekali. Mudah sekali akrab, dan sangat ramah dengan semua orang. Sepanjang makan di kantin Bu Hasanah, banyak sekali orang yang menegurnya atau sekedar ‘say hi’. Things that I like from him, one of them is his warm personality!. “Kakak sdh lama ya dikost ini?” “Sudah, dari semester satu aku disitu, oh iya… Penghuni kost kita satu lagi Wildan, anak Hukum semester 7 juga, tapi lagi ke kampus kayaknya…”. “Dan, kamu suka olahraga?”. “Suka, kak. Kenapa?”. “Rencananya sih mau ada turnamen futsal, mau gabung?”. “Ah, kalo futsal I am suck at it kak! Kalo berenang atau badminton suka.” No! Jangan futsal, orang nonton bola saja suka ga ngerti rules nya, apalagi disuruh main, poor Danny! “Walah, kirain… Kalo gitu kapan-kapan berenang bareng lah ya… dideket kampus ada kolam renang indoor, asik juga tempatnya”. “Boleh tuh kak, kebetulan aku udh berapa minggu ga renang”. What the… Berenang bareng Riko? He’s so damn hot! Mulai pikiranku mengarah yang nggak-nggak. Arrggghhh…


“Dan! Ngelamun aja… Makan tuh habisin, gak baek disisain”. “Kenyang aku kak, tapi emang enak banget, mau gimana lagi perutku penuh”. “Nih anak gimana sih? Abisin sana! Ga baek disisain, kasian diluar sana banyak yang ga makan kamu disini malah buang-buang, tau gini sepiring aja kita pesen dibagi dua.” Mataku setengah melotot, hah! Mungkin bagi kak Riko sepiring berdua ga masalah. Tapi bagi aku? Noooo, it’s one of the sweetest moment you know! Tangan kak Riko mengambil piring makananku, ia menghabiskan separuh dari nasi bakar itu, dan tidak menyisakan sedikitpun. Pria dengan prinsip, itu yang bisa aku tangkap dari kak Riko. 


***


Begitu kami sampai di depan kost, aku bertemu dengan kak Wildan. “Nah, ini namanya Wildan! Tenang, Dan… disini urutan gantengnya Aku, kamu baru si Wildan ini”. Perawakan kak Wildan itu sawo matang, beda dengan kak Riko yang putih, badannya juga atletis sering fitness sepertinya secara muka, lumayanlah. “Ahh, sialan lu Ko! Ngerusak imej aku aja didepan anak baru…masih polos dia jangan dinodai”. “Eh, emangnya elu!” ujar kak Riko sambil mengacak-acak rambut kak Wildan. “Arrrrggghhh ni orang! Gw masih mau pergi tau!”teriak kak Wildan sambil berusaha membalas dan mengejar kak Riko yang keburu masuk rumah. Haha, lucu sekali kedua orang itu. Sepertinya aku betah disini, apalagi dengan kedua orang itu.



to be continued...

1 komentar:

rezeki itu ada jika kita mencarinya
yuk coba keberuntugan anda
di permainan tebak angka
www.togelpelangi.com

Posting Komentar